Pada hari Selasa 7 Desember 2010, pengurus Pemuda
Klasis Jakarta II mengadakan seminar yang dipimpin oleh Pdt. Albertus Patty
dari GKI Maulana Yusuf. Karena sedikitnya peserta yang hadir pada waktu itu,
akhirnya konsep acara diubah menjadi bentuk diskusi. Pada diskusi ini, Pdt.
Albertus Patty pertama-tama mengawalinya dengan pemaparan singkat mengenai
bagaimana seharusnya peran pemuda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejak dahulu pemuda telah memegang peranan penting di
dalam perkembangan bangsa Indonesia. Pada tahun 1908 berdirilah organisasi
pemuda lokal bernama Budi Oetomo, yang disusul oleh organisasi-organisasi lokal
lainnya seperti Sarekat Islam, Indische Partij, Partai Komunis Indonesia. Pada
tahun 1928 lahirlah Sumpah Pemuda yang kita kenal hingga saat ini.
Pada tahun 1945, pada masa memperjuangkan kemerdekaan,
peran Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Sutan Sjahrir, dan tokoh-tokoh lainnya
tidak perlu dipertanyakan lagi. Peran pemuda terus berlanjut, dan pada tahun
1998 para pemuda dan mahasiswa ikut berpartisipasi dalam menundukkan rezim
mantan Presiden Soeharto yang telah 32 tahun memerintah sebagai Kepala Negara
kita.
Apakah pemuda Kristen terlibat di dalam perjuangan
ini?
Pada masa penjajahan Belanda berpuluh-puluh tahun yang
lalu, pemuda-pemuda Kristen sudah berperan aktif dalam pembangunan bangsa
Indonesia. Ada Leimena, Latuharhary, Sam Ratulangi, dan lainnya. Mereka
mengikuti persekutuan dan pemahaman Alkitab yang pada waktu itu dipimpin oleh
orang Belanda. Mereka diajak berpikir mengenai keadaan sosial negeri ini, dan
mulai menyadari bahwa Indonesia harus melawan Belanda, meskipun mereka
mendapatkan pendidikan Kristen dari orang Belanda. Leimena menjadi orang kepercayaan
Presiden Soekarno dan menjabat sebagai pejabat Presiden sebanyak tujuh kali. Di
sini kita bisa melihat betapa pemuda-pemuda Kristen seperti Leimena dapat
dipakai Tuhan untuk membangun negeri ini.
Jika kita merefleksikan diri kita, para pemuda Kristen
masa kini, apakah peran kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara? Atau…
mungkin tidak perlu sampai sejauh itu. Apakah yang sudah kita perbuat sebagai
pemuda Kristen bagi lingkungan di sekitar kita?
Pdt. Albertus Patty menjelaskan tiga model pemuda
berdasarkan perannya, yaitu:
- Pemuda yang berkontribusi positif. Pemuda semacam
ini dapat kita lihat contohnya dalam sejarah bangsa ini, seperti pada saat
Sumpah Pemuda, atau pada peristiwa tahun 1998. Pemuda yang berkontribusi
positif menyadari betul tujuan hidupnya, dan karena itu berani berbuat
sesuatu yang baik bagi bangsa ini.
- Pemuda yang berkontribusi negatif. Apa ada? Ya
memang ada. Contohnya mereka yang terlibat tawuran antar pelajar atau
mahasiswa, dan semacamnya.
- Pemuda yang tidak memberi kontribusi. Mengapa
mereka tidak memberi kontribusi? Banyak alasannya. Merasa tidak mampu,
bingung harus berbuat apa, apatis, cuek saja dengan permasalahan yang ada,
tidak merasa bagian dari kesulitan itu, tidak memiliki kepekaan sosial,
atau alasan-alasan lainnya.
Lalu sekarang apa yang bisa kita perbuat sebagai
pemuda Kristen di tengah masyarakat?
Saya teringat pada ayat Alkitab pada Yeremia 29:8. “Usahakanlah
kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada
TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.”
Di mana kita tinggal? Indonesia? Lebih spesifik lagi,
Jakarta? Bandung? Aceh? Papua? Saya rasa fokus utamanya bukan mengenai di mana
kita tinggal. Yang terpenting adalah di mana kita berada, kita harus
mengusahakan kesejahteraannya. Walaupun mungkin di mata kita pemerintah sendiri
tidak cukup baik mengusahakan kesejahteraan bangsa ini, tetapi kita tinggal di
negeri ini. Dampak dari baik atau buruknya negeri ini, secara langsung maupun
tidak langsung pasti akan berhubungan dengan kehidupan kita di negeri ini.
Sering kali kita sebagai pemuda hanya berhenti sampai
tahap mengritik, menyanggah, atau bahkan mencela. Dalam lingkup gereja,
mayoritas pemuda Kristen saat ini mungkin hanya menjadi “jago-jago kandang.”
Maksudnya, hanya pintar dan berkembang di gereja mereka sendiri saja, tetapi
ketika harus mengambil bagian di masyarakat luas, atau bahkan di lingkup klasis
atau sinode, mereka melempem.
Sebenarnya ada banyak hal yang bisa kita lakukan
sebagai pemuda-pemudi Kristen di tengah-tengah gereja, atau bahkan bangsa dan
negara ini. Berdoa sudah pasti. Namun, bukan hanya doa yang dapat kita berikan
bagi bangsa ini, bagi dunia. Harus ada perbuatan yang kita lakukan. Banyak
berdiskusi dan kritis terhadap permasalahan politik, sosial, ekonomi maupun
lainnya, menulis di koran, media massa, atau media elektronik, memberi
perhatian terhadap permasalahan yang ada di dalam bangsa ini, dan terjun
langsung untuk membantu para korban bencana, hanya sebagian di antara begitu
banyak hal yang dapat kita lakukan.
Pdt. Albertus Patty berkata bahwa hendaknya kita
menjadi pintar dan cerdas agar dapat membangun negeri ini. Caranya, dengan
banyak membaca. Beliau membagikan prinsip yang menurut saya sangat baik,
“Jangan lewati 1 menit, atau 1 jam tanpa menjadi lebih pintar dari sebelumnya.”
Banyak membaca, berdiskusi mengenai berbagai hal, ikut seminar atau segala
metode yang dapat membuat kita lebih pintar dan lebih berwawasan lagi.
Kemudian Pdt. Albertus Patty melontarkan pertanyaan
selanjutnya. Apakah gereja telah memberikan kontribusi terhadap perkembangan
pemuda-pemudi gereja? Apakah pemuda-pemudi gereja diajarkan untuk bisa menjadi
pemimpin masa kini? Belajar untuk peduli terhadap bangsa, terhadap lingkungan
sekitar? Dalam diskusi tersebut kami merasa bahwa jawabannya adalah tidak.
Gereja banyak memberi perhatian terhadap hubungan personal manusia dengan
Tuhan. Terus-menerus hal tersebut dibahas dan menjadi perhatian. Namun, gereja
masih kurang dalam hal kepedulian terhadap masyarakat, dalam membentuk generasi
muda bagi kemajuan gereja dan bangsa, padahal generasi mudalah yang menjadi
pewaris masa depan.
Khususnya di GKI Pondok Indah, saya pribadi merasa hal
tersebut juga berlaku, walaupun sekarang sudah terdapat banyak kemajuan.
Semakin banyak progam kepedulian terhadap lingkungan sekitar dan sesama, dan
terutama dari visi gereja kita saat ini, muncul kata “peduli” itu sendiri.
Oleh karena fakta yang ada, saya pribadi pun merasa
tergelitik dan terdorong untuk terus melatih kepedulian saya terhadap gereja
dan bangsa ini, serta berusaha mengajak pemuda-pemudi di sekitar saya untuk
bersama membangun masa depan yang lebih baik. Kita adalah WNI, jadi selayaknya
berpartisipasi secara aktif dan positif.
Sehubungan dengan peran yang seharusnya dimiliki oleh
pemuda-pemudi Kristen, saya merasa bahwa di GKI Pondok Indah di mana saya
bertumbuh, generasi muda lebih sering dipercaya untuk melakukan pekerjaan yang
menggunakan fisik. Dalam kepanitiaan misalnya, pemuda sering dimasukkan dalam
bagian perlengkapan. Namun seiring berjalannya waktu, gereja tercinta kita ini
terus-menerus berbenah, khususnya dalam pengembangan generasi muda. Beberapa
kepanitiaan umum terakhir semakin banyak melibatkan pemuda dan remaja. Bahkan
kepanitiaan Natal Bintaro 2010 berisikan orang-orang muda. Pemusik-pemusik yang
melayani di kebaktian umum pun sering kali berasal dari kaum muda gereja.
Menurut pandangan saya, gereja ini seyogyanya semakin
mempercayakan berbagai bentuk pelayanan kepada orang-orang muda. Pemikiran,
pandangan, pendapat, kritik, saran dari generasi muda pasti punya andil dalam
pengembangan gereja. Pemuda perlu menjadi ujung tombak gereja. Siapa tahu kalau
ternyata kelak muncul “Leimena” baru atau kepala negara yang berasal dari
pemuda-pemuda Kristen yang dibentuk gereja?
Saya teringat pada kata-kata Pdt. Joas Adiprasetya
pada suatu lokakarya yang saya hadiri. “Pemuda bukanlah pemimpin masa depan
gereja, tetapi pemuda adalah pemimpin masa kini gereja.” Saya mengimani kata-kata
tersebut, walaupun sejujurnya saya masih perlu bimbingan untuk menerapkannya di
dalam kehidupan bergereja. Apa yang bisa saya perbuat sebagai pemimpin masa
kini gereja?
Sebagai langkah awal, saya berkomitmen untuk
mencurahkan perhatian dan kepedulian saya bagi perkembangan gereja, terutama
GKI Pondok Indah, namun juga bagi bangsa dan dunia ini. Mari teman-teman
pemuda, kita berjuang!
Riyanto Setyawan
0 komentar:
Posting Komentar